Pelaksanaan HARDIKNAS Pertama oleh Relawan Turun Tangan Aceh

May 15, 2015


Tahukah kalian tanggal 2 Mei memperingati hari apa?

Tentu saja bukan hari kelahiran saya apalagi hari kelahiran pacar, #eh, emang punya??. *hening 
Tanggal 2 Mei pada kelendernya orang Indonesia ditetapkan oleh Presiden RI tahun 1959 sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tanggal itu merupakan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, beliau salah seorang yang berjasa dalam membangun pendidikan di Indonesia. Berkat jasa dan perannya yang begitu besar untuk kemajuan pendidikan Indonesia, diabadikanlah hari kelahirannya menjadi Hardiknas dan Ki Hajar Dewantara dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Para relawan siap berangkat menuju lokasi
Diskusi kecil-kecilan selama dalam perjalanan
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, saya beserta teman-teman yang tergabung dalam gerakan Turun Tangan Aceh berinsiatif menyelenggarakan hardiknas disekolah pelosok. Terpilihlah satu sekolah yang berada di Gunung Paro, Lhoong, Aceh Besar yang berada di sekitaran kaki Gunung Kulu. Jarak tempuh untuk sampai kesana menghabiskan waktu 1 setengah jam lebih dari kota Banda Aceh.



Usai terkumpul semua para relawan di perkarangan PKA (Pekan Kebudayaan Aceh), kami bergegas berangkat dengan menggunakan 2 mobil Pack-up, 1 Kijang Inova dan 4 Sepeda Motor. Semua mobil terisi penuh, Barang bawaan relawan pun tak  kalah banyaknya dengan jumlah 43 orang relawan yang ikut. Kondisi dalam mobil berdesak-desakan sangking padatnya muatan, syukurnya mobil terbuka. Disinilah salah satu bagian keseruannya.

Langit mulai berubah warna biru gelap, terbentang lebar diatas kepala. Suara azan mulai bergema, waktu shalat magrib telah tiba. Mobil terus melaju melewati perpohonan besar dan melintasi jalan yang berkelok-kelok. pukul 18.58 kami tiba di SD 1 Cot Jeumpa. Setiba disana, kamar mandi adalah paling utama yang kami cari.  Sedikit kecewa ketika melihat bak kamar mandi dalam keadaan kosong. Waktu magrib sangat singkat,  kami pun mencari tempat lain yang bisa digunakan untuk berwudhu. Berdasarkan informasi warga setempat, ada mushalla selang satu rumah dari sekolah namun si bapak menyarankan kami agar shalat di mushalla yang berada didepan lagi, sebab mushalla itu sudah lama tidak digunakan. Kami pun patuh saja dengan saran si bapak, kami lanjuts berjalan mencari mushalla. Ternyata jaraknya lumayan jauh, ada sekitar 50 meter. Setelah berlari-lari kecil yang terlihat hanyalah balai pengajian, ada belasan anak sedang mengaji diatas balai. Melihat keadaan sepertinya tidak memungkinkan untuk shalat disana. Kami pun menumpang shalat di warung nasi seberang jalan. Syukurnya pemilik warung sangat baik, ia langsung mempersilahkan kami menggunakan tempat shalat. 
 
suasana dalam mobil ketika langit mulai gelap
Baterai tenaga mulai melemah, namun semangat para relawan mampu mensuplai energi kembali. Tim konsumsi langsung mengambil posisi didapur darurat. Makan malam akan segera dihidangkan. sementara relawan yang lain sibuk mempersiapkan bahan belajar serta perlengkapan untuk besok. Makan malam kini siap disantap, kami makan bersama duduk lesehan di emperan sekolah. Ada yang makan sepiring berdua dan adapula yang makan dua piring seorang..  (dua kali tamboh maksudnya).





Usai makan, kami briefing sejenak membahas persiapan acara  besok pagi. Tidak terasa arah jarum jam menunjukkan pukul 12 malam. Menimbang dan mengingat stok tenaga harus banyak untuk besok , kami pun kembali ke camp masing-masing. Malam itu menjadi malam yang panjang, semakin larut malam pasukan pengisap darah semakin ramai berdemontrasi, tiada henti-hentinya. Selimut pun tidak mampu menghalangi moncong mulutnya menusuk kulit. Diantara posisi relawan wanita yang sudah terlelap dalam mimpinya masih ada seorang terduduk di dekat lemari buku, meringgis tidak bisa tidur. Yang sudah tidur pun juga masih ada yang bergerak-gerak, jumlah nyamuk memang luar biasa malam itu. 
 
Seketika terdengar suara hujan turun di atas genteng, butiran hujan memandu pendengaran hingga mata terpejam, amukan nyamuk pun tak terpedulikan lagi. Paginya lapangan upacara dipenuhi genangan air hujan. Namun para relawan tidak kehabisan akal, dengan segala upaya dan cara, air dilapangan diangkut dan dibuang ke selokan. Satu persatu murid mulai berdatangan, kami masih saja menggeringkan lapangan upacara. Kini air kuning kecoklatan tersisa sedikit, lapangan upacara siap digunakan.




Murid mulai berbaris, pasukan penggiring bendera berserta anggota upacara lainnya sudah siap dan tim paduan suara relawan turun tangan juga sudah ready untuk memulai upacara. Peserta upacara diisi oleh sekelompok murid TK berseragam olahraga warna pink lalu murid SD berpakai pramuka, dan merah putih seragam para relawan Turun Tangan. Perpaduan warna pink,coklat muda,coklat tua dan merah putih mewarnai lapangan upacara. 


Pengibaran dilakukan oleh Relawan Turun Tangan Aceh

Sabtu, 2 Mei 2015 pengibaran bendera berlangsung di sekolah ini. Inilah pelaksanaan upacara hardiknas pertama kalinya diadakan di SD 1 Cot Jeumpa. Hari ini akan menjadi moment yang tidak pernah terlupakan, upacara bendera mengingatkan masa-masa ketika masih memakai seragam sekolah, berbaris bersama teman-teman kelas dibawah terik matahari, tak jarang ada yang tumbang kemudian dilarikan ke ruang UKS, dan ada pula yang berulah di barisan. Kenangan itu muncul seketika dari dalam memori kepala.

Upacara telah selesai, kini saatnya tim pengajar memasuki kelas sesuai random. Keahlian para relawan terpancar saat mereka berada dalam kelas, kelihaian bicara dan gaya pengajar membuat murid-murid betah dan tertawa riang. Semua murid diajarkan materi tentang lingkungan, kesehatan, kreativitas dan pengenalan cita-cita. Kecuali kelas 1 hanya belajar kreativitas dan kesehatan. Menjadi seorang guru ternyata tidaklah mudah, guru harus mampu menjadi figur yang sempurna untuk murid. Harus tetap senyum dikelas walaupun hati gelisah, diliputi banyak masalah, galau dan sebagainya. Harus bisa semampunya menekan aura negatif dari diri sendiri. Beban moralnya menyangkut orang banyak dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Menjadi guru memang pekerjaan luar biasa. Itulah yang ku lihat, kagum pada mereka (tim relawan mengajar).

Ada sekitar 80 orang murid di sekolah ini dengan 7 orang guru termasuk kepala sekolah di dalamnya. Bapak Junaidi selaku kepala sekolah menjadi satu-satunya lelaki di sekolah ini, yang lain semuanya guru perempuan. Sekolah ini tergolong sekolah yang bagus, bangunan dan perangkat belajarnya dalam keadaan baik. Sekolah ini juga memiliki ruang pustaka yang cukup luas untuk tingkat sekolah SD. 

Namun kondisi murid yang bersekolah di SD ini tidak selayak sekolahnya, bukan prestasi dan akhlak mereka melainkan penampilan mereka. Ada dua orang murid yang kami temui menggenakan sepatu dalam kondisi sudah sangat parah, parahnya koyakkan sampai empat jari-jari kaki tampak keluar, dan ada juga yang belum memiliki seragam pramuka. Bila dalam barisan paling menonjol sebab hanya dua orang yang mengenakan seragam putih, satu murid laki-laki dan satu murid perempuan.

Kita kembali ke sekolah, waktu siang telah tiba. Semua murid telah menyediakan persiapan untuk tidak pulang hingga kegiatan selesai, mereka membawa perlengkapan sholat, bekal siang dan segala keperluan lainnya. Usai makan siang, seluruh murid shalat berjamaah di balai pengajian, terpaksa berjalan jauh sebab hanya itu satu-satunya tempat yang bisa digunakan. 

Jam 3 seluruh murid berada dalam kelas, lomba mengambar telah dimulai. Ruang kelas lumayan luas, jadi kami hanya membagi menjadi dua kelas menggambar. Masa penantian telah berakhir, pengumuman pemenang sudah disebutkan. Terpilihlah 3 juara dan 1 juara favorit dari setiap kelas. Semua hadiah diberikan kepada 8 orang murid yang menggambar dengan nilai tertinggi.  Ada penambahan satu hadiah spesial yang dipersiapkan oleh mahasiswa UNIMAL (Universitas Malikussaleh) yang datang jauh dari Lhokseumawe untuk berbagi. Salah seorang dari mereka, Heru namanya mewakili 2 orang temannya menyerahkan hadiah spesial ini kepada Mujibul. Mujibul terpilih sebab ia bertindak sebagai imum shalat berjamaah ketika shalat zuhur. Tepuk tangan semua orang yang menyaksikannya menyemarakkan penyerahan hadiah tersebut. 

Pembagian surat motivasi menjadi penutup acara sore itu, surat motivasi ini ditulis oleh para relawan turun tangan, murid-murid MIN Mesjid Raya juga ikut serta menulis surat untuk anak-anak SD Cot Jeumpa, dan surat motivasi ini juga dituliskan oleh para relawan yang mengali ilmu dan bekerja diluar Aceh, bahkan ada dari luar negeri, seperti Amerika dan Jepang. 

Ramai sekali yang antusias, mereka yang tidak bisa hadir pun ikut menyumbangkan bantuan dana.  Kegiatan peduli pendidikan adalah konstribusi terbaik yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan masalah pendidikan yang belum terbenahi dengan langsung turun ke lapangan. Sebagai bukti aksi nyata, Peduli pendidikan telah digerakkan lebih dulu seperti yang dilakukan Rumah Aceh dan TPMT  Lamirah. Inilah harapan bahwa di Nanggroe Aceh ini masih ada orang yang peka dan mau peduli pada sesama.

Saya teringat kata-kata Joserizal jurnalis, pak dokter sekaligus salah satu pendiri Medical Emergency Rescue Comitte (MER-C), Lembaga sosial yang aktif dalam misi kemanusiaan. Ia berkata “ Orang yang diberikan amanah berupa kecerdasan atau kemampuan lain, jangan hanya digunakan untuk diri pribadi dan keluarga saja. Karena mereka lebih beruntung, harus dimanfaatkan ke orang yang tidak beruntung”. 

Akhirnya, benarlah pepatah bijak bahasa latin untuk kata terakhir tulisan ini, VEBRA DOCENT SED EXEMPLA TRAHUNT (kata-kata itu mengajar tetapi contoh dan teladan itu berdaya menyakinkan dan meneguhkan untuk kehidupan).


Foto bersama Kepala sekolah, para guru, murid dan seluruh relawan TUTA Aceh

You Might Also Like

0 comments