Beranda

  • Beranda

Zuhra Asra | Lovid this life

    • Home
    • Traveling
    • Lifestyle
    • Culinary
    • Health
    • Kuah Pliek U
    • Review
    Ritual keagamaan di Vihara Dharma Bakti, Banda Aceh | sumber foto : ig @radennys92




    Pagi itu hari Sabtu, tidak seperti biasanya Afwan anak Ibu kos tidak mengenakan seragam sekolah TK nya, saya bertanya; Afwan ngak sekolah hari ni?
    Afwan : hari ini kan libur, tanggal merah
    Saya : ???, tanggal merah?

    Tanggal merah apa ya pikir saya dalam hati, sejenak saya baru ingat hari ini tanggal 28 Januari  hari raya Imlek. Kemudian saya terbayang Barongsai, biasanya hari raya Imlek ada Barongsai di Peunayong. Lalu, pergilah saya bersama ibu kos ke Peunayong. Berbeda dengan dulu, sekarang jarak tempat saya tinggal lebih dekat dengan Peunayong. Jujur saya penasaran ingin melihat langsung tarian singa, atau yang sering kita sebut Barongsai. Selama ini hanya menonton pertunjukkannya  di televisi. 

    Sampai di pelantaran toko Peunayong sudah ada puluhan orang memadati jalan. Tampak beberapa anggota kepolisian menjaga keamanan dan menertibkan arus lalu lintas.  Para penonton kebanyakan beragama Islam, hal itu terlihat dari beberapa wanita yang mengenakan jilbab berdiri menyaksikan aksi Barongsai yang berlangsung di depan toko milik salah seorang  warga Tionghoa. 

     
    suasana atraksi Barongsai di Peunayong, Banda Aceh | sumber foto : koleksi pribadi

    Karena banyaknya kerumunan orang disekitar Barongsai, jadi saya hanya bisa melihat dari jarak 4 meter, meski begitu ini jauh lebih nyata ketimbang nonton di televisi. : ) Sama halnya seperti di televisi, atraksi Barongsai yang saya lihat diiringi dengan alat instrument, para pemainnya duduk dalam mobil tanpa atap. Alat musik seperti tambur, gong dan gembreng dipukul setiap kali Barongsai melakukan gerakan. 

    Suara tabuh gendang menggema, setiap gerakan Barongsai menarik perhatian penonton khususnya bagi anak-anak. Apalagi disaat Barongsai menarik dan memakan satu-persatu amplop berwarna merah (angpao) yang digantung di pintu masuk toko. Penonton tampak antusias dan mendokumentasikan setiap gerakan Barongsai di smartphone masing-masing. 

    warga memanfaatkan moment berfoto bersama Barongsai | sumber foto : ig @aldydej

    Hari itu tidak ada kericuhan, ritual ibadah warga Tionghoa menyambut tahun baru Imlek berjalan dengan tenang dan damai. Kegiatan ini justru menarik perhatian warga, sebab kesenian Tionghoa ini menjadi pemandangan langka, karena hanya diadakan setahun sekali di kota Banda Aceh. Masyarakat Aceh cukup sadar bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk membenci dan mencela. Menghargai keanekaragaman yang ada merupakan kewajiban seorang muslim. Tentu saja selama pihak lain juga memiliki sikap saling menghargai.  


    Pemandangan kampung Peunayong dari udara | sumber foto : ig @kotabandaaceh

    Awal mula keberadaan kampung Cina di Peunayong

    Hubungan antara Aceh dan Cina telah terjalin sejak abad ke 17 M. Saat itu para pedagang dari Cina silih berganti datang ke Aceh. Mereka ada pedagang musiman dan ada juga yang permanen. Mereka tinggal di perkampungan Cina ujung kota dekat pelabuhan. Lokasi yang dulu digunakan etnis Cina sebagai tempat menurunkan barang sebelum didistribusikan kini dikenal dengan nama Peunayong. 

    Cheng Ho, seorang laksamana dari kerajaan Cina pada masa dinasti Ming selama menjabat Laksama telah melakukan tujuh kali ekspedisi ke Samudera Barat sampai ke Afrika (1405-1433). Dalam catatannya, Cheng Ho pernah singgah di Pasai dan Pulau Weh (Sabang). Di Pasai, ia menyerahkan Lonceng Cakradonya kepada Sultan sebagai tanda persahabatan antara Cina dengan kerajaan Pasai. Sekarang lonceng tersebut berada di depan Museum Negeri Aceh di Banda Aceh. 


    Lampion menghiasi atap pasar Peunayong | sumber foto: koleksi pribadi 


    Kata Peunayong sendiri berasal dari kata peu dan payong, yang berarti memayungi, melindungi. Dalam sebuah hikayat disebutkan, Peunayong merupakan tempat Sultan Iskandar Muda memberikan perlindungan atau menjamu tamu kerajaan yang datang dari Eropa dan Tiongkok. Itulah bukti sejarah hubungan yang pernah terjalin antara Cina dan Aceh.

    Kini penduduk Cina paling banyak tinggal di Peunayong, hal itulah yang menyebabkan masyarakat Banda Aceh melabelkan Peunayong sebagai Kampung Cina. Kota tua yang terletak empat kilometer dari utara Mesjid Raya Baiturrahman. 

    kue khas hari raya Imlek | sumber foto : aktual.com


    Adakah kue keranjang di Aceh?

    Kue keranjang adalah salah satu makanan khas hari raya orang Cina. Kue ini terbuat dari tepung ketan dan gula , serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket. Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Lalu ada tidak kue keranjang di Aceh?

    Karena ingin tahu saya pun bertanya kepada pemilik toko kue asli keturunan Tionghoa yang berlokasi di Peunayong. Berdasarkan informasi, kue keranjang memang ada di Aceh, kue keranjang hanya dijual di hari perayaan imlek saja. Namun persedian kue keranjang tidak banyak karena tidak diproduksi di Banda Aceh, biasanya mereka pesan khusus dari  Medan. 

    Syariat Islam menghargai Pluralitas

    Di kota yang terletak di pinggir Krueng Aceh inilah hidup beragam etnis dengan beragam agama dan kepercayaan. Di dekat vihara buddha sakyamuni terdapat dua vihara lainnya, yaitu Maitri dan Dewi Samudera. Ketiga vihara ini berdampingan dengan gereja protestan indonesia bagian barat. Di dekatnya lagi ada gereja Methodist. Lalu tak jauh dari situ, di ujung jalan Panglima polem berdiri megah sebuah masjid. 

    Meskipun Aceh menerapkan syariat Islam, warga etnis Tionghoa tetap bebas melaksanakan ibadah di Vihara maupun Gereja. Ketua Yayasan Hakka Aceh, Kho Khie Siong, mengatakan warga etnis Tionghoa melaksanakan ibadah dengan lancar meskipun tahun ini mendapat pengawalan ketat dari petugas keamanan. Tidak ada larangan perayaan Tahun Baru Imlek dari pemerintah setempat. [Dikutip dari https://news.detik.com/berita/d-3408034/berjalan-lancar-begini-suasana-imlek-di-vihara-dharma-bakti-aceh ]

    Tinggal di Aceh yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tidak membuat warga etnis Tionghoa tertekan. Mereka justru mengaku hidup di Serambi Mekah jauh lebih nyaman dan aman dibandingkan provinsi-provinsi lain. Interaksi sosial tetap berjalan dengan baik. Masyarakat meyakini perbedaan adalah sunatullah, sebagaimana firman Allah dalam surat Al kafirun, 
    Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِينِ

    Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS Al Kafirun: 6)

    Itulah sepenggal cerita suasana perayaan Imlek yang ada di wilayah paling ujung utara pulau Sumatera. Kalau mau lihat kerukunan di Aceh, datanglah dan lihat kerukunan yang terjalin di Aceh.


    Tulisan ini saya ikut sertakan dalam meramaikan Tema lomba blog: “Perayaan Imlek di Indonesia” di sini. 



    sumber reverensi :
    http://mediaaceh.co/2017/01/28/18200/warga-banda-aceh-turut-menyaksikan-perayaan-imlek
    https://news.detik.com/berita/d-3408034/berjalan-lancar-begini-suasana-imlek-di-vihara-dharma-bakti-aceh
    http://widhiaanugrah.com/resep-kue-keranjang-khas-imlek/ 
    M.Adli Abdullah, Membedah Sejarah Aceh. Banda Aceh : Bandar Publishing,2011
     
    Continue Reading

    Aceh sebagai destinasi wisata syariah punya banyak persamaan dengan negara Arab. Pertama, penduduknya sama-sama beragama Islam. Kedua, cara berpakaian diharuskan sesuai dengan syariat Islam, dan ketiga ialah berhukum dengan hukum Islam. Faktor tersebut pula Aceh digelari Nanggroe Serambi Mekkah.
    Persamaan lainnya juga terdapat pada nama penginapan di Banda Aceh. Jika anda berkunjung ke kota ini, anda akan menemukan Hotel Mekkah dan Hotel Madinah. Bedanya dua hotel ini letaknya berseberangan, cukup 15 langkah dari hotel mekkah untuk menuju hotel madinah. Tidak seperti Mekkah di Arab Saudi yang harus menempuh 4-5 jam perjalanan baru bisa mencapai Madinah.


    Sebagai Ibukota Provinsi Aceh, Banda Aceh sudah tentu menjadi pusat pemerintahan.  Hampir segala kegiatan pemerintahan mulai dari urusan ekonomi, politik, sosial, dan budaya sering dilakukan di kota ini. Wajar saja jika kota Banda Aceh banyak didatangi orang-orang dari luar Aceh.

    Kota ini biasanya dikunjungi para pendatang baik untuk tujuan wisata maupun urusan kerja.  Jika kesini mungkin hotel mekkah dan madinah bisa jadi alternatif pilihan menginap untuk anda. Kedua hotel ini Lokasinya terbilang strategis karena berdekatan dengan mesjid, warkop, rumah sakit, minimarket, dan dekat dengan jalan raya sehingga akses kendaraan umum mudah dijangkau. Tarif kamar di hotel madinah mulai dari harga 300 ribu, itu sudah tersedia dua tempat tidur dan dilengkapi dengan televisi.
    Ruang lobby yang biasanya digunakan sebagai ruang tunggu juga cukup nyaman. Di hotel mekkah saya melihat pelaminan khas Aceh di samping lobby room, saya lupa menanyakan pelaminan tersebut disediakan sebagai tempat resepsi atau sebagai hiasan ruangan. Sebab saya tidak melihat adanya perhelatan pernikahan hari itu, tetapi pelaminan tersebut berdiri dengan rapi dan cantik di sudut ruangan.  Kedua hotel ini  juga memiliki fasilitas yang cukup tepat bagi anda yang mau mengadakan pertemuan.
    Hotel mekkah dan hotel madinah dilengkapi dengan ruang meeting yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan rapat ataupun seminar. Ruangan ini dapat menampung dengan kapasitas 60 orang.  Jika  menginap bersama rombongan institusi atau perusahaan untuk urusan bisnis, maka anda tidak perlu repot mencari tempat meeting karena sudah tersedia di hotel ini. Hotel madinah menyediakan 2 Meeting Room (Arafah meeting room dan Mina meeting room).

    Dari jendela kamar kita bisa melihat arus kendaraan yang berlalu lalang sepanjang jalan di sekitaran hotel. Satu hal lagi yang buat kita nyaman berada di dua hotel ini dikala Azan dikumandangkan. Karena lokasinya dekat dengan mesjid, kumandang azan dari mesjid Agung Lampriet bisa terdengar sampai kesudut-sudut ruang hotel.
    Berbeda dengan hotel mekkah, untuk menuju ke lantai selanjutnya di  hotel madinah kita harus menaiki tangga. Sebab hotel berlantai 4 ini tidak difasilitasi lift. Kondisi lantai 4 yang beratapkan langit cukup luas, bisa juga digunakan untuk menggelar acara.

    Demikianlah gambaran suasana kedua hotel ini yang saya rasakan kala itu, jika anda ingin mengetahui informasi lebih banyak tentang hotel ini, silahkan klik saja di mbah google “hotel mekkah dan hotel madinah di Aceh”. Semoga terbantu  

    Continue Reading



    Yuuk jalan-jalan....
    Dua minggu lalu saya beserta sahabat saya melakukan perjalanan dari Sigli ke Banda Aceh. Usai acara dirumah langsung balik ke kota pelajar. Judulnya pulang ekpres, dua hari dikampung besoknya balik lagi ke Banda. Begitulah suka duka jika jarak antara rumah dengan tempat kuliah bisa ditempuh 2 setengah jam sampe 3 jam waktu perjalanan. Maunya pulang setiap ada acara, sebentar-bentar pulang kayak anak kampung orang kata. Lah iya emang benar saya anak kampung, anak emak dan abu. Disuruh pulang, saya pulang, apa coba alasan saya bantah permintaan orang rumah? 

    Ingin rasanya berlama-lama disana, merasakan kembali jadi anak rumah.  4 tahun lebih sudah hidup di perantauan, belum lagi nanti usai tamat kuliah. Sekarang, keinginan itu harus dipendam, mengingat tanggung jawab berjulukan mahasiswa akhir harus segera diakhiri. Pagi itu rencananya berangkat lebih awal supaya nanti bisa singgah ke TAHURA (Taman hutan raya) yang berlokasi di Saree -  Aceh Besar. Lama sudah ingin kesana, tempatnya selalu saya lintasi ketika pulang dan pergi dari kampung ke Banda tapi belum sekali pun menyempatkan diri untuk masuk ke TAHURA. Orang kata air terjun dan rumah pohonnya bagus dan alami.  Penasaran dah saya ingin lihat langsung.


    Dikarenakan urusan IRT belum selesai, jadwal keberangkatan pun terpaksa delay sampai shalat zuhur. Saat azan Ashar berkumandang kami tiba di lokasi wisata.  Di pintu masuk kami dihadang 2 petugas TAHURA, ngak diminta KTP ataupun STNK, mereka cuma tanya ada keperluan apa dek? 
    Usai memakirkan honda di tempat parkiran, kami berdua menuju posko petugas. Ternyata setiap pengunjung yang datang akan diberikan arahan serta penjelasan terlebih dahulu mengenai wahana dan beberapa peraturan yang harus dipatuhi ketika memasuki kawasan TAHURA.  Pengunjung juga dikenai uang distribusi 5000/orang.


    Nah, karena sudah memasuki waktu shalat Ashar, kami pun mampir ke mushalla untuk menunaikan shalat 4 rakaat. Segaarrrrrrrrr nyaaa air. Airnya langsung dari mata air pergunungan, ya wajar sajalah jika dinginnya begini. Syukur di mushalla ada mukenah, tapi jangan cium wanginya. wangi atau baunya ni?

    Untuk menemukan TAHURA ini sangat mudah, sebab lokasinya pas di pinggir jalan Banda Aceh - Medan. Jika dari Banda Aceh hanya butuh waktu 1 jam setengah atau 2 jam perjalanan untuk mencapai lokasi. Di  TAHURA kita bisa menikmati bermacam wahana wisata, lihat saja menunya di papan kayu ini.



    Tampaknya foto di atas tulisannya kurang jelas ya, oke saya sebutkan apa-apa saja tempat yang bisa dinikmati disini. 
    1. Taman bermain 
    2. taman anggrek 
    3. Arboretum 
    4. Jungle Tracking 
    5. Out Bond 
    6. Rest Area 
    7. Air terjun 
    8. Rumah  pohon 
    9. Camping Ground
    10.  Wisata Gajah
    11.  Kolam pemandian 
    12. Tanaman koleksi air 
    13. Koleksi tanaman buah
    14. Koleksi tanaman obat, dan ada juga sarana penunjang penelitian.
    Sayang, dari 14 menu diatas kami cuma bisa menyantap 2 tempat saja, rumah pohon dan taman bunga. Berhubung sisa waktu kami tidak banyak kami pun harus bergegas meninggalkan lokasi untuk melanjutkan perjalanan menuju Banda. 


    Meski singkat tapi sangat menyenangkan, lumayan untuk cuci mata sekaligus merilekskan pikiran. Rasanya perjalanan kali ini benar-benar plong, inilah liburan kali pertama setelah berletih-letih menghadapi sidang skripsi satu hari sebelum pulang. 
    #Legaa


    Suasana dari atas rumah pohon, foto ini saya ambil ketika  Al sedang membidik pengunjung yang dimintakan untuk difoto


    Oke!
    See you on my next trip  >_^


    Continue Reading
    Older
    Stories

    About me

    Tak ada kata terlambat untuk belajar, tak ada kata terlambat untuk berbuat baik, tidak ada kata terlambat untuk berubah

    [ Contact ]
    mynamedora25@gmail.com

    Google Facebook Twitter Instagram

    Popular Posts

    • Waspadai lipstik Bermerek tapi kw dan inilah ciri-cirinya
    • Bercermin dari Metamorfosis Kupu-kupu
    • Sejarah Masjid dan Tongkat Po Teumeureuhom di Pidie
    • Sepiring mie china, kuliner nikmat cuma tujuh ribu
    • Nostalgia Bersama Pelajaran IPA SD

    Arsip Blog

    • ▼  2018 (2)
      • ▼  September 2018 (1)
        • ASIAN GAMES 2018 DI INDONESIA BIKIN BANGGA
      • ►  April 2018 (1)
    • ►  2017 (11)
      • ►  October 2017 (2)
      • ►  September 2017 (1)
      • ►  April 2017 (5)
      • ►  March 2017 (1)
      • ►  February 2017 (1)
      • ►  January 2017 (1)
    • ►  2016 (3)
      • ►  April 2016 (1)
      • ►  January 2016 (2)
    • ►  2015 (30)
      • ►  November 2015 (2)
      • ►  October 2015 (2)
      • ►  September 2015 (4)
      • ►  August 2015 (2)
      • ►  July 2015 (2)
      • ►  June 2015 (1)
      • ►  May 2015 (3)
      • ►  March 2015 (5)
      • ►  February 2015 (3)
      • ►  January 2015 (6)
    • ►  2014 (9)
      • ►  May 2014 (1)
      • ►  April 2014 (8)

    Sahabat Blog

    Member of Agam Inong Blogger

    Member of Blogger Perempuan

    Member of Blogger Perempuan

    Aceh Blogger

    Waktu adalah Ibadah

    facebook Twitter instagram pinterest google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top