Sepatu Baru Untuk Mereka
May 15, 2015
Perjalanan
ini terasa hambar tanpa dokumentasi dan nyaris kosong bila tidak menuliskannya.
Ibarat topples kosong yang tidak menyisakan sepotong kue pun, tidak ada yang tahu kue apa
sebelumnya yang mengisi topples. Begitu pun perjalanan ini, tidak akan ada yang
tahu apa dan bagaimana suasana hari itu, tidak ada yang bisa dilihat dan
dibaca. Ada banyak cerita yang bisa dikisahkan setiap kali berpergian/mengunjungi
suatu tempat, baik ketika sedang bersama teman-teman komunitas maupun ketika ku
berpergian sendiri. Namun tak pernah sekalipun ku menggerakkan tangan ini untuk
menuliskannya segera. Padahal tadinya punya segepok cerita yang ingin dituliskan.
Tapi, lagi-lagi hasratku menulis memudar, waktu menawarkan hari esok dan esok, terus
mengulur-ulur waktu. Dan pada akhirnya hilang tidak berbekas. Kebiasaan buruk
yang harus disingkirkan.
Kini
ku tetapkan tekad untuk menulis. Menyampaikan apa yang ingin ku
sampaikan, memperlihatkan apa yang aku lihat, dan memberitahukan apa yang sepatutnya diketahui.
Sore
jumat, saat itu bersama relawan Turun Tangan Aceh sedang dalam perjalanan Banda
Aceh – Aceh Besar. Tepatnya dari Banda Aceh menuju Lhoong, Aceh Besar yang
berada di sekitaran kaki Gunung Kulu. Lintasan jalan ke arah Geureute. Hari itu
tanggal 1 Mei, tujuan kami ke SDN 1 Cot Jeumpa. Demi menyambut Hari Pendidikan
Nasional (Hardiknas) pada tanggal 2 Mei besok, kami berusaha menyusun rencana untuk membangkitkan
hari pendidikan bersama anak-anak sekolah pedalaman yang jauh dari hiruk pikuk
keramaian.
Pukul
18.58 tepat waktunya shalat magrib kami tiba di sekolah. Belum pun pagi tiba
aku sudah membayangkan kelangsungan upacara besok pagi dilapangan sekolah ini. Bayangan
upacara bersama puluhan anak SD 1 Cot Jeumpa itu kini terjadi sudah. Acara
sebenarnya barulah dimulai, para relawan berbaur bersama anak-anak mulai dari
murid kelas 1 sampai kelas 6 SD. Semua relawan mengambil bagian masing-masing,
ada yang mengisi kelas cita-cita, kelas peduli lingkungan, kelas kesehatan dan
kelas kreativitas.
Interaksi
ini yang mempertemukan kami dengan salah seorang anak yang cukup menyilukan
hati ketika melihatnya. Kelincahan dan keaktifannya bergerak dikelas dan
berlari-lari di halaman sekolah, seakan tidak percaya pada alas kaki yang
dikenakannya. kami tidak menyangka ia bisa seluasa itu bergerak dengan
sepatunya yang koyak. Koyaknya pun bukanlah koyak biasa, koyakkannya sudah seperti
dibelah. Sepasang sepatunya telah koyak di sisi kanan sepatu kiri dan sisi kiri
sepatu kanan. Koyakkannya yang
begitu besar sangat mudah sekali terlihat oleh mata siapapun yang memandangnya.
Dudun
si bocah kecil sang pemilik sepatu sekarang duduk di kelas 3 SD, layaknya sikap
anak-anak seumurannya yang suka bermain, dudun pun sangat aktif. Beberapa pengajar
sampai kewalahan dibuatnya, namun kepolosan dan candanya membuat kami ingin tertawa.
Ia anak yang baik, ia juga anak yang pintar. Saat perlombaan menggambar ia
terpilih sebagai juara 3. Tentu saja tidak sembarangan anak yang terpilih,
hanya gambar yang memiliki nilai seni yang tinggilah yang memenangkannya. Kondisi
Dudun menjadi petunjuk bagi kami untuk melirik kepada murid yang lain. Selain
dirinya ternyata ada seorang lagi yang memiliki nasib sepatu seperti
Dudun, namun sepatu bocah yang juga duduk di kelas 3 ini tidak separah sepatu
yang dimiliki Dudun.
Namanya
Muhammad Sitqi, ia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya juga bersekolah di
sekolah yang sama, tingkatan kelas kakaknya selisih dua kelas diatasnya. Jarak rumah Sitqi tidak jauh dari sekolah,
rumahnya cukup sederhana, berukuran 4x4 dengan 2 ruang kamar, di dinding ruang
tamu bergantung jala ikan dan terurai panjang sampai
kelantai, lantainya beralaskan semen namun semennya tidak lagi rata, beberapa sudut
terdapat retakkan dan retakkan itu sampai menggelupas bagian semen paling atas.
Pekerjaan ayah Sitqi sepertinya melaut, warna kulit ayah Sitqi semakin memperkuat
dugaan ku. Berbeda dengan Dudun, sikap Sitqi jauh lebih tenang dan banyak
diam. Ia hanya berbicara ketika ditanyakan.
Bagi
sebagian orang tua membelikan sepatu dan kebutuhan sekolah lainnya bukanlah
persoalan. Melihat anak-anak mau sekolah saja sudah membuat orang tua senang,
segala yang diperlukan pun sebisa mungkin dipenuhi. Bahkan tidak cukup sekali
beli, setiap naik kelas hampir semuanya serba baru, tas, sepatu, baju, buku
selalu berganti. Padahal barang lama masih layak dipakai. Berbeda sekali dengan
kehidupan orang yang tidak punya, bila sudah benar-benar tidak bisa dipakai
lagi barulah diganti dengan yang baru.
Namun
hari ini kami melihat. Kondisi sepatu yang benar-benar tidak layak pakai lagi
pun masih ada yang memakainya. Alas sepatu dalamnya sudah tidak ada lagi, hanya
kaos kaki yang menjadi penghalang bertemunya antara kulit kaki dengan tapak
sepatu yang berlubang-lubang dan keras. Bagaimanakah sakitnya? Adakah ia mengeluh? pernahkah ia menangis? Mungkin, rasa sakitnya pun tidak terasa lagi, kulit
sudah kebal karena sudah terlalu sering dipakai.
Sitqi
bukanlah anak yang lemah dan malas. Meskipun kondisi kehidupan keluarganya
dalam keadaan kurang mampu tidak berarti ia menguburkan cita-citanya. Ia juga
berhak memiliki harapan sama seperti harapan
anak-anak lainnya yang bisa sekolah dan sukses. Ia anak yang beruntung karena
memiliki orang tua yang masih memikirkan masa depannya. Keterbatasan dan himpitan
keuangan keluargannya pasti terasa begitu berat membiayai sekolah kedua anaknya, menggantikan sepatu koyak dengan sepatu baru pastilah harapan orang tua
Sitqi yang ingin dihadiahkan kepadanya.
Semoga
rezeki dan kemudahan selalu dilimpahkan kepada keluarga yang menyekolahkan
anak-anaknya dan kepada orang tua yang mendidik anaknya dengan baik. Bulan Desember
nanti usia Sitqi genap 10 tahun, ia bercita-cita menjadi seorang Dokter. Akupun
tidak punya kesempatan menanyakan mengapa ia ingin menjadi Dokter.
Ini
hanya sebagian kecil potret kehidupan anak bangsa yang memilukan jiwa. Ditempat
lain bahkan ada anak murid yang sekolah beralaskan kaki. Dan adapula yang belum pernah mengenyam pendidikan
di sekolah sama sekali. Inilah kondisi pendidikan negeri ini, masih perlu
banyak perbaikan dan butuh uluran tangan masyarakatnya.
Andai
saja uang rakyat tidak dikorupsi, andai saja semua orang kaya dermawan, dan andai
saja semua orang saling peduli. Negeri ini pasti bisa lebih baik dari ini.
TETAP OPTIMIS!!!
TETAP OPTIMIS!!!
6 comments
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Iya, terimakasih mba informasi nya
Deletekeren dora
ReplyDeleteRahmat juga
Deleteweuh hatee bacanya :( . masih banyak x yg kayak gitu dora, sering liat kalau lagi kluar dari wilayah yg agak kota
ReplyDeleteiya kak, sekolah dipedalaman/yang jaraknya jauh dari kota masih bisa dibilang tidak terpantau oleh pemerintah. weuh teuh memang
Delete